Sinopsis Keajaiban Untuk Ila


SINOPSIS

Ila adalah anak pantai yang sangat periang. Nama lengkapnya yaitu Salsabila Putri. Ia baru berumur enam tahun. Ia sering dipanggil dengan julukan anak laut. Kulitnya hitam karena sudah terbiasa terbakar sinar matahari. Sehari-hari ia selalu bermain di pantai bersama beberapa temannya, membuat istana pasir, berlari menginjak ombak, mengejar kepiting, mengumpulkan kerang ataupun hanya sekedar bermain dan duduk-duduk di pasir. Tadinya Ila mempunyai 10 teman yang biasa bermain dengannya. Tetapi satu persatu temannya itu sudah mulai bersekolah dan sekarang hanya tersisa tiga orang saja, teman dekatnya Tifa baru saja masuk sekolah tahun lalu. Memang, mereka masih suka bermain dengan Ila hanya saja tidak sesering dulu ketika mereka belum bersekolah, Ila tahu mereka memang harus giat belajar supaya pintar.


 Karena tahu teman-temannya itu sudah banyak yang bersekolah ia pun juga merengek ingin sekolah, tetapi setiap ia meminta hal itu pada orang tuanya, ia selalu mendapat jawaban “Ila belum bisa sekolah sekarang, karena Ila masih berumur enam tahun. Nanti kalau Ila sudah berumur tujuh tahun Ila baru bisa sekolah.”  lalu Ila menjawab “Tapi kapan Ila jadi tujuh tahun?” lalu ayahnya menjawab “Tahun depan saat ulang tahunmu bulan April.” tetapi dengan percaya diri ia selalu menjawab “Kan bu, tubuh Ila lebih besar dari Tifa. Kenapa malah Tifa yang bersekolah duluan?” ………


Bulan itu adalah bulan Desember Ila terus menghitung hari, kapankan ulang tahunnya akan datang. Ia sudah tidak sabar ingin bersekolah dengan teman-temannya. Ia sangat bahagia,  lalu ia menulis surat pada kakeknya. Meski ia belum bersekolah tetapi ia sudah pintar menulis. Dalam suratnya ia menuliskan kebahagiannya karena sebentar lagi akan bersekolah tetapi ia juga bercerita pada kakeknya tentang keinginannya untuk mempunyai tas sekolah. Setiap hari ia selalu membayangkan bagaimana jika ia menjadi Tifa yang sedang bersekolah. Bangun pagi, belajar dan juga bertemu dengan teman-teman.


Suatu malam Ila memimpikan sesuatu yang aneh. Ia bermimpi kalau ia sedang berdiri di atas pohon yang tinggi, lalu ia melihat kakeknya memakai baju ihram sedang berdiri di antara kerumunan orang banyak, tiba-tiba dari arah laut datanglah gelombang yang sangat besar. Ila mencoba memanggil kakeknya agar lari menghindari gelombang itu, tetapi kakeknya hanya tersenyum sambil melambaikan tangannya. Saat gelombang itu mulai menyapu orang-orang, kakeknya malah berdiri di atas gelombang itu lalu sekejap menghilang. Setelah bangun  ia segera sholat subuh berjamaah bersama kedua orang tuanya. Setelah sholat ia menceritakan mimpinya pada orang tuanya namun hal itu hanya dianggap sebagai imajinasi anak kecil. Setelah itu Ila pun tidur kembali.


Ila terbangun lagi tepat pukul 06.45, lalu ia teringat dengan film kartun favoritnya yang hari itu diputar. Dengan mata yang masih mengantuk ia berjalan ke ruang teve. Teranyata di ruang itu sudah ia dapati kakeknya yang sedang menoton televise. Dengan gembira ia


berteriak “KAKEEEEK!” dipeluknya erat-erat kakeknya itu. Lalu kakeknya mencubiti pipi Ila yang gembil dan menciumnya. Kakeknya adalah orang yang agamis, meski ia suka merokok, tetapi setiap ia merokok, tidak pernah dibiarkannya Ila bersamanya. Pagi itu mereka menonton kartun bersama. Beberapa saat kemudian Ibu dan Ayahnya pamit ingin pergi berjualan di pasar, tetapi sebelumnya Ila sudah dibuatkan nasi goreng oleh ibunya. Sambil menonton Ila memakan nasi goreng itu.


Melihat piring yang bersisa kakek menegur Ila, lalu menasehatinya agar bersyukur dan tidak boleh membuang- buang makanan. Karena nada kakek yang lumayan tinggi, Ila jadi merasa seperti sedang dimarahi. Ila pun menitihkan air matanya. Karena merasa bersalah, lalu kakek pun memeluk Ila dan memberinya pengertian. Beberapa saat kemudian kakek masuk ke kamarnya diikuti oleh Ila. Ternyata di kamar tersebut sudah terpajang sebuah tas baru berwarna merah muda. Diambilnya tas itu lalu dipeluknya, dan dibukanya tas itu karena penasaran bagaimana isinya. Ternyata di dalamnya ada sebuah pensil dan penghapus berwarna biru bentuk bunga yang langsung dikantonginya.  Ia merasa sangat bahagia. Berkali-kali ia berkaca sambil menggendongi tas barunya itu.


Tiba-tiba Ila merasakan lantai rumahnya mulai bergetar. Samar-samar ia dengar terikan kakeknya yang berkata “GEMPAAA!! ILA AYO KITA KELUAR” dengan sigap kakek langsung menggendong Ila. Ternyata di luar juga sudah banyak warga yang keluar dari rumahnya begitupun Tifa, Kak Umar dan Ibunya Tifa. Dalam dekapan kakeknya Ila berdoa kepada Allah, agar Allah segera menghentikan gempa itu. Tetapi terlintas dalam fikirannya “Ila kan anak nakal, apa mungkin Allah akan mengabulkan do’a Ila? Tetapi mungkin kalau kakek yang berdo’a pasti akan dikabulkan.”. Tak lama kemudian gempa pun berhenti. Tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara seperti mak lampir, ternyata itu adalah suara Mak Minah yang jauh-jauh datang karena menghawatirkan Ila. Dalam keadaan itu Ila sangat menghawatirkan kedua orang tuanya yang sedang berada di pasar.


Setelah gempa berhenti, warga segera kembali ke rumah masing-masing tetapi tidak dengan kakek. Ia sama sekali tak berajak dari tempatnya berdiri, sambil menatap laut ia berkata padaku “Ila sebentar lagi ada yang mau datang!” dengan penasaran Ila bertanya “Apa yang akan datang kek?” karena Ila berfikir kakeknya adalah seorang nelayan, jadi ia memaksudkan perkataan kakeknya itu bahwa akan ada kapal yang datang. Tanpa jawaban apapun Kakek langsung menggendong Ila dan membawanya pergi menjauh dari laut. Saat dalam perjalanan Ila mendengar suara hewan-hewan yang sahut-menyahut seperti ketakutan. Ila pun semakin panik, ia terus memikirkan Ayah dan Ibunya di pasar.


Tiba-tiba dari belakang Ila dan kakek ada warga yang berteriak “air laut meluap, air laut meluap!”. Orang-orang kembali berhamburan di jalan. Lalu kakek berkata pada Ila dan menyuruh Ila untuk memejamkan mata sambil menyebut kalimat thayibah “La ila ha ilallah Muhammadarrosulullah”. Ila pun menuruti perkataan kakeknya itu. Dari seluruh penjuru mulai terdengan teriakan ALLAHU AKBAR persis seperti saat gempa tadi.
Dari punggung kakeknya Ila dapat melihat ribuan, bahkan jutaan orang berlarian bersamanya, ia juga melihat sebuah dinding air yang sangat besar dan tinggi mulai menyapu


semua yang dilewatinya. Kakeknya sudah mulai kelelahan karena menggendong Ila, tetapi karena semangatnya ingin menyelamatkan Ila, anaknya, dan menantunya ia tidak mau menyerah, ia ingin membawa Ila ke atas bukit. Dinding itu semakin dekat dengan Ila dan kakeknya. Tanpa sebab lalu kakek berkata “Ila teruslah berdo’a, kakek sayang Ila.” entah mengapa Ila merasa itu adalah salam perpisahan, akhirnya Ila mencium pipi kakeknya yang berkeringat lalu berkata “Iya kek Ila juga sayang kakek.”. Naasnya sebelum sampai di atas bukit mereka berdua sudah tersapu oleh dinding itu dalam sapu hempasan saja. Ila masih bisa bertahan tetapi genggamannya dari kakek sudah terlepas. Ila terus mencari kakek sambil berteriak. Seketika ia mendengar “Allahu Akbar” ia mencari keberadaan kakeknya tetapi tak berhasil. Tiba-tiba datanglah lagi dinding yang satu lagi yang langsung mengibas tubuh Ila dengan keras, Ila pun pingsan.


Beberapa saat setelah ia pingsan, ia terbangun sambil terbatuk-batuk dan merasakan celananya basah, lalu ia berfikir kalau ia sudah mengompol, padahal ia sedang terendam di laut sambil bergantung pada batang pohon. Ia menatap sekitarnya. Laut yang kotor, hitam penuh sampah, dan tak orang sama sekali disana, ia merasa “Apakah ini kiamat?” Ia menangis begitu memikirkannya, ia berkata lagi “Apa malaikat Izroil lupa menjemputku?”. Karena terlalu lemas ia pun tertidur di atas batang pohon tersebut.


Dalam tidurnya ia merasa bertemu dengan ibunya, ia berbincang ria dengan ibunya namun seketika itu pula ibunya menghilang. Saat bangun ia merasa menyesal dulu pernah tidak menurut pada ibunya. Ila merasa sangat kedinginan karena sudah seharian ia terendam. “Haaachhih….” Sekarang malah tubuhnya gemetar kedinginan mulutnya pun tak dapat diam, Ia langsung menggigil. Dulu kalau Ila main air pasti sudah dimarahi ayah dan juga ibunya. Ingatan itu semakin membuatnya tambah sedih dan makin rindu pada orang tuanya.


Hari sudah mulai malam, dinginnya semakin menusuk tulang. Tiba-tiba Ila merasakan ada sesuatu yang menabrak tubuhnya. Dengan lemah ia menoleh ke belakangnya, ternyata itu adalah sebuah pintu yang mengambang. Ila meraih pintu itu dengan sebelah tangannya, ia raba pintu itu. “Pintu ini halus.” lalu ia ketukan pintu itu “Loh, pintu ini berat tapi kok bisa mengambang?”. Ila lalu menekan-nekan pintu itu untuk memastikan keamanannya, dan ternyata pintu itu tak tenggelam. Tanpa berfikir panjang lagi. Ia raih pintu itu dan lalu menaikinya. Ia perhatikan baik-baik pintu itu, ternya di tengahnya terdapat stiker berlafadz ALLAH dan MUHAMMAD. Lalu dengan segera Ila berdoa “Terima kasih ya Allah atas segala pertolonganmu ini.” dengan penuh rasa syukur ia cium stiker itu.


Pagi hari sekali ia terbangun dengan perut lapar samapi perutnya berbunyi. Ila merasa malu sendiri, untung saja tidak ada orang di sana. Ia terus memegangi perutnya. Ia mengerang kesakitan karena perutnya mulai terasa perih.


Matahari mulai tergelincir, hari kembali malam dengan angin yang sangat dingin. Perutnya juga semakin terasa perih. Lalu ia mengingat kejadian kemarin “Coba aku habiskan nasi goreng itu, pasti sekarang perutku tak sesakit ini. Sekarang aku mengerti maksud kakek, beginilah rasanya jadi orang yang kekurangan makanan. Ya Allah ampuni Ila, lain kali Ila


tidak akan menyisakan makanan lagi, jadi anak baik dan selalu bersyukur.”. Ila hanya dapat menelan ludah sambil menatap bulan. Ila merasa menyesal pernah memlakukan yang telah dibenci Allah. Tiba-tiba Ila melihat sebuah titik putih yang semakin mendekat ke tempatya. Setelah benda itu mendekat ia merabanya sambil menutup matanya. Ternyata itu adalah kantong plastik. Ia membuka matanya lalu membuka kantong plastik itu “MAKANAAN! HOREE!! Hampir lupa, Alhamdulillah, terima kasih ya Allah.”

Ia makan makanan itu sdikit-sedikit untuk menghemat persediaan. Hal itu dapat sedikit  menghapus kesedihannya. Itu memang hanya roti dan sebotol air aqua, tetapi ia merasa itu seperti makanan yang sangat lezat yang datang dari surga.


Sekarang adalah hari ketiga ia terapung semenjak kejadian itu. Untunglah kemarin ia menemukan makanan jadi sekarang ia tak terlalu lapar. Untuk menghibur diri biasanya ia bermain dengan air, bernyanyi, atau membaca do’a-do’a pendek yang dihafalnya, tetapi sekarang ia sudah mulai merasa bosan. Sinar matahari sangat menyengat, mulai terasa membakar kulitnya. Tetapi hal itu tak mengapa karena ia sudah terbiasa dengan hal itu. “Eh ada ranting hanyut.” Ia mengambil ranting itu


lalu mengamatinya dan terlintas dalam fikirannya ingatan tentang cerita kakek mengenai Nabi Musa dan tongkatnya. Ila mulai berhayal seandainya itu adalah tongkat Nabi Musa yang menyamar, ia dapat membelah lautan itu supaya dapat pulang. Karena ia merasa hal itu tak mungkin, akhirnya ia hanya dapat menghibur diri dengan bermain peran sebagai Nabi Musa yang sedang membelah lautan.


Tidak terasa matahari sudah terbit tiga kali, Ila masih saja berada di atas pintu yang mengapung itu. Sebentar lagi persediaan makannya juga mau habis karena hanya seper empat roti lagi dan dua teguk air lagi. Dari kemarin Ila hanya makan seperlunya dan ia terus memandangi botol aqua itu, berharap airnya bias bertambah banyak lagi. Memang di sekitarnya itu air, tetapi itu kan air laut, kotor, dan penuh sampah. “Mungkin ini rasanya jadi ikan kering…..” Ila terus menahan lapar akhirnya dengan terpaksa ia meneguk air itu tetapi masih menyisakannya sedikit. Terik itu membuat pandangannya semakin berkunang-kunang dan juga membuat kepalanya pening.


Tiba-tiba datanglah sosok putih seperti sosok laki-laki dengan jubah panjang “Mimpikah aku?” Ila merasa tak percaya melihat sosok itu. Sosok itu semakin lama semakin  dekat. Sosok itu lalu menghampirinya dan berkata “Tidurlah, nanti akan ada orang yang menjemputmu.” lalu Ila pun tertidur. Sejak ia hanyut tak pernah ia merasakan mimpi seindah itu. Dalam setengah sadar Ila melihat sebuah kapal yang mendekat ke arahnya, lalu beberapa orang turun untuk menyelamatkannya. Orang itu berbadan besar dan berewokan. Setelah diselimuti Ila pun ditinggalnya sendiri dalam sebuah ruangan. Tak lama kemudian Ila bangun dengan perut lapar “ Aiiiir…. Aku Ha..uuss ” Ila merintih kesakitan. Tiba-tiba pria besar yang tadi menggendongnya masuk dan memberikannya air. Saking hausnya Ila sudah menghabiskan tiga gelas besar air. Pria itu juga memberinya bubur hangat lalu membawa Ila ke rumah sakit terdekat di sana. Pria itu memang tampak sangat menyeramkan, tetapi tak disangka kalau ia sangat baik hati dan murah senyum.


Pagi itu dengan digendong Paman Berewok (panggilan dari Ila yang tak mengetahui namanya) ia di bawa ke rumah sakit. “Paman sebenarnya apa yang terjadi? Kok kota bisa hancur begini?” Tanya Ila penasaran “Ini karena Tsunami, gelombang besar yang menyapu kamu.” lalu dengan polos Ila bertanya lagi “Jadi bukan kiamat ya paman?” mendengar pertanyaan itu sang paman malah tertawa. “lalu mengapa paman mau menolongku?” lalu paman itu menjawab sambil tersenyum “Sesama manusia kita haru saling tolong kan?” setelah bercbincang dan mengucap terima kasih paman itu pergi karena ingin mengerjakan tugas lain.


Baru tidur sebentar, ia pun terbangun kembali. Saat membuka matanya ia melihat dua orang yang dikenalnya. Ternyata itu adalah orang tuanya. Ila lari lari dan berteriak “Ayaaaah , Ibuuuu!!!” serunya “terima kasih ya Allah.” Ila sangat bersyukur masih dapat bertemu orang tuanya. Kaki ayah terluka. “Kata perawat yangmenggantikan bajumu, ia menemukan penghapus ini di sakumu, dari siapa?” Ila menjawab “Itu hadiah dari kakek.”. Ila Kakekmu telah meninggal kemarin baru dikuburkan. Tiba-tiba air mata Ila turun tanpa henti. Lalu ibu dan ayah memeluk Ila dengan penuh cinta, member pengertian pada Ila. Keesokan harinya Ila menulis puisi untuk kakeknya, setelah itu puisi itu di masukan dalam botol dan ia buang jauh-jauh ke laut…..

Sudut pandang      : Sudut pandang pertama pelaku utama
Latar                           :
 Latar Waktu            : Pagi hari, Siang hari, Sore hari, dan Malam hari.
Latar Tempat          : Aceh, kediaman Tifa, laut, pantai, kediaman Ila  Sendiri, Kapal, Kabin, rumah sakit.
Amanat                    :
Ø  Bejuanglah terus, meski banyak rintangan di hadapan kita.
Ø  Bersyukurlah dengan segala apapun yang ada
Ø  Bersabarlah dengan segala masalah yang kau hadapi
Ø  Jangan melihat orang dari tampilan luarnya saja
Ø  Jangan suka menyia-nyiakan rezeki yang tuhan berikan


Unsur Ekstrinsik
Biografi penulis
Nama                                     : Anindita Siswanto Thayf
Tempat/tanggal lahir      : Makassar, 5 April 1978
Pendidikan                         : Sarjana Elekro, Universitas Hasanuddin, Makassar
Pengalaman Menulis Artikel:
 Penulis lepas di beberapa media (Astaga.com, Tabloid Nova, Kompas Anak).
Novel:

  1.         Keajaiban Untuk Ila (Pemenang 1 “Sayembara Menulis Novel Anak Islami 2005″ dan nominator “Mizan Award 2006″ untuk kategori Cerita Anak dengan Ending Terbaik), penerbit Dar! Mizan, 2005.
  2.            Tirai Hujan (Pemenang Harapan 2 “Sayembara Menulis Novel Remaja 2006 Tiga Serangkai”), penerbit Tiga Serangkai, 2006.
  3.           Dunia Pink-Pink (Puspa Swara, 2006).
  4.           Aku Enggak Mau Mati Jomblo (Papyrus, 2006).
  5.        Jejak Kala (Pemenang Harapan I “Lomba Penulisan Novel Inspirasi 2008″, penerbit Andi, Yogyakarta).
  6.       R ‘n B: Love in The Jungle (nominator “Lomba Cerita Konyol Gramedia Pustaka Utama 2008″).
Cerita ini membangun suasana yang sangat mengharukan  berlatar di Aceh yang dulu pernah terkena bencana tsunami yang Sangat dasyat. Bahsanya mudah di mengerti yaitu bahasa Indonesia. Cerita ini juga menanamkan nilai moral yang sangat dalam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sinopsis " Di Bawah Lindungan Ka'bah"

Makna Kata dan Majas Dalam B. Indonesia

3R