Sinopsis " Di Bawah Lindungan Ka'bah"

Hamid adalah seorang anak yatim dan miskin. Saat berumur empat tahun ia sudah ditinggal oleh ayahnya. Masa kecilnya ia habiskan untuk membantu ibunya memenuhi kebutuhan sehari-hari sebagai penjual kue keliling. Perjuangannya dan pengorbanan ini, membuat ia bertemu dengan keluarga Engku Haji Ja’far. Pada umur enam tahun, dia kemudian diangkat oleh keluarga Engku Haji Jafar yang kaya-raya. Sementara Hamid diangkat menjadi anak, amaknya sendiri di perbolehkan untuk bekerja di kediaman Engku Haji Ja’far. Perhatian Engku Haji Jafar dan istrinya, Asiah, terhadap Hamid sangat baik. Hamid dianggap sebagai anak mereka sendiri. Mereka sangat menyayanginya, sebab Hamid sangat cerdas, rajin, sopan, berbudi pekerti yang baik, serta taat beragama. Dengan pertemuannya dengan Engku Haji Ja’far dan Ibu Asiah, berawalah persahabatannya dengan Zainab, anak kandung Haji Jafar. Hamid juga disekolahkan bersama-sama dengan Zainab, di sekolah rendah.

Hamid sangat menyayangi Zainab. Begitu pula dengan Zainab. Mereka sering pergi sekolah bersama-sama, bermain bersama-sama di sekolah maupun pulang sekolah. Ketika keduanya beranjak remaja, dalam hati masing-masing mulai tumbuh perasaan lain. Suatu perasaan yang selama ini belum pernah mereka rasakan. Hamid merasakan bahwa rasa kasih sayang yang muncul terhadap Zainab melebihi rasa sayang kepada adik, rasa yang berbeda dengan rasa sayang yang Hamid rasakan saat masih kecil. Zainab juga ternyata mempuanyai perasaan yang sama seperti perasaan Hamid. Perasaan tersebut hanya mereka pendam di dalam lubuk hati yang paling dalam. Hamid tidak berani mengutarakan isi hatinya kepada Zainab, sebab dia menyadari bahwa di antara mereka terdapat dinding pemisah yang sangat tinggi. Zainab merupakan anak orang terkaya dan terpandang, sedangkan dia hanyalah berasal dari keluarga biasa dan miskin. Jadi, sangat tidak mungkin bagi dirinya untuk memiliki Zainab. Itulah sebabnya, rasa cintanya yang dalam terhadap Zainab hanya dipendamnya saja.

Suatu hari mereka sedang bermain di pesisir pantai dekat rumah Zainab. Di sana mereka bercanda riang. Disana pulalah Zainab memulai pertanyaan diantara mereka berdua “Abang Hamid, apa impian terbesar abang di dunia ini?” lalu Hamid menjawab dengan terbata-bata sambil berfikir manakah yang lebih penting ku ucapkan pergi Haji atau hidup bersama Zainab, tetapi akhirnya Hamid pun menjawab “Ka ka ka lau aku....... Tentu saja semua orang Islam ingin pergi Haji!”. Sebuah jawaban yang tak disangka Zainab akan keluar dari mulut Hamid, lalu Hamid pun bertanya kembali “Kalau kau sendiri Zainab” dan Zainab pun menjawab dengan yakin “Kalau aku, aku ingin menikah dengan orang yang aku cintai dan mencintaiku juga”. Hamid terkejut dengan jawaban Zainab tersebut. Hari-hari berlalu dengan cepatnya. Kemenakan Engku Rustam pun datang, lelaki itu bernama Arifin, ialah orang yang akan dijodohkan dengan Zainab nanti.Makin dalamah jurang penghalang cinta mereka tersebut.

Dinding pemisah itu semakin hari semakin dirasakan Hamid. Dalam waktu bersamaan, Hamid mengalami peristiwa yang sangat menyayat hatinya. Peristiwa pertama adalah meninggalnya Haji Jafar, ayah angkatnya yang sangat berjasa menolong hidupnya selama ini. Tidak lama kemudian, ibu kandungnya pun meninggal dunia. Betapa pilu hatinya ditinggalkan oleh kedua orang yang sangat dicintainya itu. Hal ini seperti saat Amul Huzn Rasulullah. Hamid merasa tidak punya semangat lagi untuk hidup. Kini dia yatim piatu yang miskin. Sejak kematian ayah angkatnya, Hamid merasa tidak bebas menemui Zainab karena Zainab dipingit oleh mamaknya. Karena selama ini ia hanya berani untuk berbicara dengan Engku Haji Ja’far saja. Sedangkan jika ia berbicara atau bertemu dengan Zainab, ia pasti akan merasa salah tingkah, merasa bodoh, dan menjadi bingung apa yang harus di ucapkan.

Puncak kepedihan hatinya yaitu ketika mamaknya, Asiah, menyuruh Hamid untuk datang ke rumahnya, lalu Ibu Asiah mengatakan kepadanya bahwa Zainab akan jadi dijodohkan dengan pemuda lain itu, yang masih famili dekat dengan almarhum suaminya. Bahklan, Mak Asiah meminta Hamid untuk membujuk Zainab agar mau menerima pemuda pilihannya. Saat itulah hati Hamid terasa sangat remuk dan hancur berkeping-keping. Padahal pada saat Zainab membukakan pintu rumahnya untuk Hamid, Hamid masih ingat dengan ekspresi muka Zainab yang berseri-seri melihat kedatangn Hamid itu. Ia berfikir, dan membatin “Mungkinkah senyumnya tersebut adalah senyumnya yang terakhir dapat ku lihat darinya?”

Dengan berat hati, Hsmid menuruti kehendak Mamak Asiah. Dengan berat hati, Hamid menuruti kehendak Mamak Asiah. Hamid segera membujuk Zainab untuk menuruti kehendak amaknya tersebut. Zainab sangat sedih menerima kenyataan tersebut. Dalam hatinya, ia menolak kehendak mamaknya. Karena tidak sanggup menanggung beban hatinya, karena ia sangat mencintai dan menyayangi Hamid. Akhirnya Hamid memutuskan untuk pergi meninggalkan kampungnya. Dia meninggalkan Zainab dan dengan diam-diam pergi ke Medan. Sesampainya di Medan, dia menulis surat kepada Zainab. Dalam suratnya, dia mencurahkan isi hatinya kepada Zainab. Menerima surat itu, Zainab sangat terpukul dan sedih. Dari Medan, Hamid melanjutkan perjalanan menuju ke Singapura, Bangkok, Irak dan kemudian sampailah dia tanah suci Mekkah.

Selama ditinggalkan oleh Hamid, hati Zainab menjadi sangat tersiksa. Dia sering sakit-sakitan, semangat hidupnya terasa berkurang menahan rasa rindunya yang mendalam pada Hamid. Begitu pula dengan Hamid, dia selalu gelisah karena menahan beban rindunya pada Zainab. Untuk membunuh kerinduannya, dia bekerja pada sebuah penginapan milik seorang Syekh. Sambil bekerja, dia terus memperdalam ilmu agamanya dengan tekun.

Setahun sudah Hamid berada di Mekah. Ketika musim haji, banyak tamu menginap di tempat dia bekerja. Di antara para tamu yang hendak menunaikan ibadah haji, dia melihat Saleh, teman sekampungnya. Betapa gembira hati Hamid bertemu dengannya. Selain sebagai teman sepermainannya amsa kecil, istri Saleh Rosana adalah teman dekat Zainab. Dari Saleh, dia mendapat banyak berita tentang kampungnya termasuk keadaan Zainab.

Dari penuturan Saleh, Hamid mengetahui bahwa Zainab juga mencintainya. Sejak kepergian Hamid, Zainab sering sakit-sakitan. Dia menderita batin yang begitu mendalam, Karena suatu sebab, dia tidak jadi menikah dengan pemuda pilihan mamaknya, sedangkan orang yang paling dicintainya, yaitu Hamid telah pergi entah kemana. Dia selalu menunggu kedatangan Hamid dengan penuh harap.

Mendengar penuturan Saleh tersebut, perasaan Hamid bercampur antara perasaan sedih dan gembira. Sedih sebab Zainab menderita fisik dan batin. Gembira karena Zainab mencintainya juga. Artinya cintanya tak bertepuk sebelah tangan. Karena tidak jadi menikah dengan pemuda pilihan mamaknya, besar kemungkinan keinginannya untuk bersanding dengan Zainab akan kesampaian. Hamid berencana kembali ke kampung halaman setelah menunaikan ibadah haji terlebih dahulu.

Saleh langsung mengirim surat kepada Rosna, istrinya. Dalam suratnya, dia menceritakan pertemuannya dengan Hamid. Rosna memberikan surat dari Saleh itu kepada Zainab. Betapa gembiranya hati Zainab mendengar kabar tersebut. Hamid, orang yang paling dicintainya, yang selama ini tidak diketahui keberadaannya, telah dia temukan. Hatinya lega dan bahagia. Semangat hidupnya bangkit kembali dan dia merasa tidak tahan lagi untuk bertemu kembali dengan kekasih hatinya itu. Ia pun menulis surat balasan kepada Hamid. Hamid menerimanya dengan suka cita. Semangatnya untuk menyelesaikan ibadah haji semakin menggelora agar segera bertemu Zainab.

Walau dalam keadaan sakit parah, Hamid tetap berwukuf. Namun setelah wukuf di Padang Arafah yang sangat panas, kondisinya semakin melemah. Nafsu makannya menurun dan suhu badannya pun tinggi.Melihat keadaan sahabatnya, Saleh tidak sanggup memberitahukan kabar tentang Zainab yang baru saja ia terima dari Rosna. Namun, Hamid mempunyai firasat tentang hal itu. Atas desakan Hamid, Saleh memberitahukan bahwa Zainab telah meninggal dunia. Hati Hamid terpukul mendengar kenyataan tersebut. Hanya dengan keimanan yang kuat, dia masih mampu bertahan hidup. Keteguhan Hamid pada sikap menyempurnakan ibadah haji di Baitullah telah menyebabkan Hamid kehilangan kekasihnya. Zainab meninggal karena sakit-sakitan menahan rindu dalam pingitan.

Keesokan harinya, Hamid tetap memaksakan diri untuk berangkat ke Mina. Namun, dalam perjalanannya, dia jatuh lunglai, sehingga Saleh mengupah orang Badui untuk memapah Hamid. Setelah acara di Mina, mereka kemudian menuju Masjidil Haram. Setelah mengelilingi Ka'bah, Hamid minta diberhentikan di Kiswah.

Sambil menjulurkan tangannya memegang kain Kiswah penutup Ka'bah itu, Hamid beberapa kali bermunajat: "Ya rabbi, ya Tuhanku Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Bahwasanya di bawah lindungan Ka’bah, Rumah Engkau yang suci terpilih ini, saya menadahkan tangan memohon karunia.............." Suaranya semakin melemah kemudian di bibirnya muncul suatu senyuman dan sampailah ia dari tanggapan dunia ini. Hamid telah meninggalkan dunia yang fana ini di hadapan Kabah, menyusul sang kekasih.

  1.          Sudut pandang      : Sudut pandang orang ketiga
  2.          Latar                       :
  3.          Latar Waktu          : Pagi hari, Siang hari, Sore hari, dan Malam hari.
  4.   Latar Tempat    : Kota Padang, Padang Panjang, Mekkah, Kapal Karimata, Pelabuhan Jedah, Pantai Laut Merah, Arafah, Bukit Safa dan Marwah, Kediaman Syekh, Masjidil Haram, Kediaman Hamid, Kediaman Zainab, Puncak Gunung  Padang, Stasiun Kereta Api Padang, Pesisir Arau, Kota  Medan, dan Sekeliling Ka’bah
  5.           Amanat               :
Ø  Bejuanglah terus, meski banyak rintangan di hadapan kita.
Ø  Jangan suka menilai orang dari status sosialnya.
Ø  Jadilah orang yang dapat dibanggakan, dan dapat berguna bagi orang lain.
Ø  Belajarlah untuk berkorban demi kebaikan dan kerjakanlah sesuatu dengan ikhlas.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makna Kata dan Majas Dalam B. Indonesia

3R